Oke, udah lama ngga ngereview buku, terakhir buku yang ini (How Children Succeed), sama - sama soal pendidikan anak, seperti yang sekarang akan saya review.
Nah kalau buku Tiger Mom karya Amy Chua kayanya udah banyak yang tau ya..
Gimana cara Amy mendidik anaknya dengan keras agar berhasil. Dari buku tersebut kan kemudian timbul banyak diskusi menarik mengenai pola mendidik anak, sebenernya gaya seperti apa sih yang terbaik? East atau West?
Gimana kalau kita combine..
Ada kubu Western yang mungkin kiblatnya lebih ke Amerika Serikat, yang lebih mengutamakan bahwa pendidikan itu mengikuti konsep Follow the Child, anak-anak bebas untuk eksplorasi, dan tidak terlalu dibebani dan di "push", ada juga gaya Asia yang mungkin sedikit tercermin dari bukunya Tiger Mom yaitu gaya pendidikan dimana orang tua berperanan membentuk anaknya dengan sedikit keras, dan mungkin kadang otoriter, memaksa anak untuk belajar, mendorong mereka sampai batas atas untuk berhasil, karena Parents knows what's best.
Membaca beberapa buku-buku pengasuhan dari Amerika, membaca metode pendidikan seperti Montessori, juga sempat membaca buku aliran Perancis seperti Bringing Up Bebe, buku nya Ayah Edy, Mona Ratuliu "Parent Think" serta juga mengikuti seminar parentingnya Elly Risman sebenarnya membuat saya sadar bahwa tidak ada gaya pendidikan / pengasuhan yang sempurna 100%. Intinya adalah kita sebagai orang tua harus mengenal anak kita dan menemukan pola apa yang baik dari setiap aliran dan mencoba sebaik mungkin menerapkannya dalam keluarga.. ya karena setiap anak itu unik. Gaya mendidik anak pun dipengaruhi banyak hal seperti gaya didikan orang tua kita dulu, kultur, pendidikan dan pengetahuan kita dan sekarang tentu aja dipengaruhi Social Media ya..
jangan sampe kita ngga paham dan hanya ikut-ikutan aja ya kaaan..
Kembali ke buku Beyond The Tiger Mom yang baru selesai 1 bagian ini , saya merasa buku ini lumayan memberi pencerahan mengenai keunggulan masing-masing metode, dalam hal ini metode Western vs Eastern.
Penulis yaitu Maya Thiagarajan adalah seorang blesteran India-Amerika yang masa kecil nya dididik di India dengan metode Eastern dimana sosok guru sangat dihormati, dan metode sekolahnya menekankan pada keberhasilan ujian akhir, yaaah.. seperti di Indonesia lah. Selain itu hafalan juga mendominasi metode pendidikannya. Saat di India itu dia merasa nyaman saja dengan metode-metode tersebut. Ketika sudah berumur belasan tahun akhirnya dia pindah ke Amerika, dan akhirnya menjadi guru disana. Sempat merasakan mengajar di sekolah untuk kalangan menengah ke bawah di AS, dan juga mengajar di sekolah privat kelas atas, membuatnya banyak mengetahui metode pendidikan AS yang menekankan pada konsep Follow then Child , tanpa hapalan dan penuh dengan stimulasi untuk menekankan kreativitas anak. Ia sendiri memiliki 2 anak. Saat anak pertamanya berusia 5 tahun (kalo ngga salah yaaa. :D) Ia dan suaminya pindah ke Singapura, dan akhirnya merasakan metode pendidikan Asia (At its best). Di Singapura inilah dia akhirnya dapat membandingkan kedua metode pendidikan dari 2 tempat yang terbaik namun memiliki perbedaan.. Penulis banyak mewawancarai orangtua dan pendidik di Singapura serta Amerika dalam menulis buku ini.
#1 Matematika
Di Singapura Ia melihat dan mengamati bahwa para orangtua sangat menekankan bahwa anak-anak mereka harus bisa matematika, mereka sangat memperhatikan kemampuan matematika anak mereka, karena mereka sangat menginginkan anak-anak mereka berhasil dalam hidup dengan memperoleh pekerjaan yang baik. Pekerjaan yang baik untuk masa depan menurut para orang tua tersebut adalah dalam bidang STEM (science, technology, engineering dan mathematics). Daan.. pastilah keahlian matematika adalah kuncinya. Disini pun penulis menyoroti bahwa di setiap kompetisi matematika tingkat internasional memang kebanyakan pemenangnya adalah dari Asia, walaupun mungkin orang AS, tapi sebagian besar keturunan Asia. Disini penulis juga mengakui keunggulan pendidikan Asia dalam hal matematika. Kalau menurut Malcom Gladwell di Buku Outliers nya keunggulan matematika orang Asia karena pengaruh bahasa, dimana penyebutan angka-angka lebih simple dari bahasa Inggris, jadi bangsa Asia memiliki keunggulan dimana anak-anak kecil lebih cepat bisa berhitung karena kesederhanaan penyebutan angka, namun Maya juga menekankan keunggulan tersebut juga akhirnya dilengkapi dengan metode pendidikan yang sangat mengagungkan matematika. Bahkan di negara-negara Asia tidak jarang orang tua memberi les tambahan seperti Kumon atau Abacus untuk melatih matematika.. di Indonesia pun begitu. Di Asia pendekatan untuk mahir matematika adalah Drill and Grill, jadi makin banyak latihan pasti makin baik, karena bila seorang anak sudah sangat paham perkalian dengan cara hafal tabel perkalian, maka akan lebih mudah untuk mengerjakan soal-soal matematika.
Berbeda dengan gaya Amerika yang saya baca dan sedikit saya observasi dari pendekatan montessori bahwa anak diharapkan paham dulu konsepnya, dan tidak dipaksa menghafalkan tabel perkalian atau di drill dengan soal-soal latihan yang sangat banyak. Menurut kebanyakan metode Western.. Drill = Kill.. yaitu kebanyakan latihan -latihan hanya akan mematikan kreativitas anak.
Disini penulis memang saya lihat lebih condong terhadap gaya Asia dalam hal pelajaran matematika yaitu, tidak ada salahnya men-drill anak-anak terhadap soal-soal matematika karena penulis melihat bahwa metode yang ada di Singapura tersebut menjadikan anak-anak menyukai matematika, karena biasa berlatih mereka pun bisa dan akhirnya pelajaran matematika tidak menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian besar anak Singapura.
Hal yang menarik adalah ketika para orangtua Singapura menyampaikan kenapa mereka harus men-drill anak mereka sampai batas, mendorong anak mereka....
yaaah cenderung Tiger Mom semua lah, karena mereka beranggapan di Asia ini tidak seperti di AS,
Sedangkan di negara-negara Asia, setiap orang harus berusaha dengan keras agar bisa sukses, harus menjadi yang terbaik, karena rata-rata negara berkembang, Asia masih harus mengejar sukses itu. Kalau anak-anak tidak dipersiapkan dengan sangat baik, bagaimana bisa bersaing? Berbeda dengan di AS atau Eropa yang menurut mereka, hidup lebih mudah, sehingga anak-anak pun dibebaskan kreatif, tidak ada tekanan untuk menjadi yang terbaik.
Naah gaya-gaya Asia ini pasti mengingatkan kita sama masa kecil kita yaaa, pas kecil saya sekolah di sekolah Katolik, jangan harap bisa pulang kalau belum hapal perkalian.. pe er matematika pun berjibuun..
Makanya ada kecenderungan bahwa saya nggak ingin anak saya menjadi penghapal seperti itu, saya ingin anak saya bisa paham juga konsepnya matematika, tidak sekedar jadi robot. Namun kalau menurut penulis asal kita bisa juga menanamkan konsep matematika selain menghapal tabel perkalian, maka drill and grill tidak salah juga...
Hmmmmm pe er nih buat para ortu.. selain ngasi latihan yang banyak untuk matematika, jangan lupa diajarin konsepnya juga.. Kalau di Singapura sih udah bagus katanya integrasinya ini... nah kalau di Indonesia pe er ya buat para ayah bunda "^^
Ada beberapa tips dari Penulis untuk menjadikan rumah kita "Math-Rich" diantaranya adalah :
- bermain board games seperti ular tangga dan monopoli
- memakai abakus/ sempoa
- memasukkan konsep matematika dalam keseharian, misalnya ketika berbelanja
- konsep visual spatial bisa dikenalkan via permainan lego
dan lain-lain
Oke 1 - 0 untuk East yaa..
#2 Membaca
Kalau menurut penulis soal membaca memang Western lebih unggul, karena menurutnya di AS sana sejak anak dalam kandungan dah dibacain cerita, anak bayi dibacain cerita, tiap malam reading itu wajiiib...
Gak sekedar reading, tapi bener-bener dibahas tuh buku... makanya ngga heran ya sebagian besar buku asalnya ya dari West sanaaa..
nah bedanya ama metode Asia, membaca itu kebanyakan hanya di permukaan aja, anak-anak Asia umur 5 tahun dah bisa membaca karena diajarkan membaca sejak kecil, mungkin kalo di Indonesia ya .. B + A = BA, B + U = BU sejak dari TK, tapi mungkin kalau ditanya apa buku favoritnya dan ceritakan soal buku itu ngga bisa.. Beda dengan anak-anak Western yang sudah punya buku favorit sejak kecil.
Saya yang termasuk agak sering membacakan cerita pun akhirnya ngetes kakak dengan pertanyaan "apa buku favorit kakak?" dan ternyata jawabannya "buku menulis",... jawaban yang tidak diharapkan .. :D , setelah diarahkan baru deh jawab.. "Cerita Snow White"
hmmm berarti saya kurang sering bacainnya ya.. hehehe "^^
Di Asia memang kebanyakan anak diajar membaca karena ya membaca itu penting untuk bisa belajar.. thats it.. tapi tidak secara mendalam, apalagi memahami sastra.. mendiskusikan buku dan nilai-nilainya, tidak diajarkan mencintai buku.
Saya cukup beruntung ketika dulu sempat ikut papa tugas belajar di Inggris, mencicipi budaya membaca yang sangat bagus.. Setiap pagi setelah assembly, semua murid dikumpulkan untuk dibacakan buku dan hal itu yang membuat dalam 3 bulan saya langsung bisa mengerti bahasa Inggris tanpa kursus macem-macem.. tapi ya namanya masih umur 10 tahun masih seperti spon kali ya otak. Saya juga menikmati sering ke perpustakaan untuk meminjam buku :), disitu waktu ke perpustakaan adalah saat yang sangat ditunggu-tunggu.
Nah tantangan dunia jaman sekarang, buku mendapat persaingan yang sangat banyak, seperti gadget, socmed, dan games.. ini tantangan kita sebagai orang tua.
Orangtua disarankan tetap memberikan buku yang kertas dan bukan ebook, karena ebook di gadget dan membuat anak tidak fokus membacanya.. malah nanti ngegame..
Disini penulis menekankan kembali bahwa buku itu memang jendela dunia, buku bisa membawa kemana aja.. dan cinta akan buku bisa membawa seorang anak lebih memiliki banyak kosakata dan lebih berpengetahuan...
Ada beberapa tips agar rumah kita "language-rich"
- Kelilingi anak-anak dengan buku bagus
- Berikan teladan bahwa membaca itu menyenangkan
- Bacakan buku setiap hari
- Jadi anggota perpus
- Jangan marahi anak ketika asik membaca buku, misalnya dengan mengatakan ngapain baca buku terus.. karena mungkin disaat itu dia lagi berpetualang dalam pikirannya.
Dan lain -lain
Ada tips juga buat para ortu ketika mencari sekolah anak yaitu selain melihat fasilitas sekolah seperti lapangan bermain, lab komputer, dll, cek juga ada ngga perpustakaannya..
Hmmmm .. Noted :)
Soo... 1-1 buat East vs West
Oke karena anak-anak udah cranky minta bobo.. sekian part 1..
semoga bisa dilanjut part 2 nya yaa..