Saya beruntung sempat merasakan pendidikan di luar negeri selama 3 tahun saat saya SD kelas 4 – 7, saat ayah saya menempuh studi S3 nya di Newcastle University, dan sejak saat itu jauh di lubuk hati saya ingin juga rasanya merasakan pendidikan di Inggris lagi.
Memang saat itu saya hanya
sekolah dari kelas 5 SD sampai 1 SMP, namun hal yang saya rasakan saat itu
adalah pendidikan di sana jauh lebih mudah daripada di Indonesia. Saat SD kelas
5 tidak ada yang namanya beban setiap berangkat sekolah, karena ulangan atau
tes mendadak. Setiap pagi diawali dengan assembly (diisi dengan menyanyi dan
berdoa singkat- bagi yang beragama). Kemudian hari dilanjutkan dengan story
telling, dimana guru membaca buku, kita semua duduk di bawah melingkar dan
mendengarkan bu guru membaca buku.. yes kelas 5 SD masih seperti itu. Mungkin
kalau di Indonesia anak 5 SD sudah stress karena mau Ebtanas, saya masih asik
mendengarkan cerita guru. Disini juga terjadi hal yang menurut saya hebat. Jadi
saat berangkat ke Inggris pertama kali, saya sama sekali nol ya bahasa Inggrisnya,
ya mungkin hanya yang basic-basic saja.. namun dari sesi – sesi story telling
tersebut, saya merasa setelah 3 bulan tiba2 aja rasanya saya ngerti semua yang
dibacakan oleh bu guru.. ya mungkin
itulah proses adaptasi, tapi menurut saya itu hal yang sangat luar biasa. Selain
itu, disana dalam satu kelas setiap anak bisa mengerjakan buku yang berbeda,
tergantung kemampuannya masing-masing. Jadi dalam satu kelas levelnya beda
beda.. and its OK. Di SD tempat duduk melingkar dan bukan seperti classroom
biasa, dan jarang sepertinya diajarkan secara one way oleh guru, semua dalam
kelompok2 kecil.. actually saya ngga ingat sama sekali ada pelajaran yang sulit
saat SD, bahkan saya ngga ingat pelajaran apapun di kelas 5 dan 6 SD itu… satu2nya
pelajaran yang saya ingat adalah SEX Education.. Yess.. hahahaha.. dimana saat
kelas 6 diberitahu mengenai menstruasi, dan waktu itu ada sedikit menonton film
yang aga2 dewasa.. hahaha..
Di SMP sedikit lebih serius
dimana format kelas sudah classroom dan ada pengajaran one way dari guru.. Tapi
tetap saja untuk text book masih ada level based nya. Jadi kalau yang sudah
ngerti ya akan lebih cepat naik levelnya. Yang menarik dari observasi ala ala
saya adalah.. why… keliatannya sekolah SD gampang2 aja.. banyak mainnya. Tapi
diakhirnya sumber daya manusianya lebih unggul.. Secara tingkat SD mungkin kalo
diadu, anak Indonesia bisa aja menang lomba menghapal perkalian.. tapi coba tes
anak yang sama ketika kuliah.. saya rasa kita bisa kalah.. apa memang primary
education tidak boleh terlalu berat.. semua ada saatnya.
Mengenai perbedaan sumber daya
itu, pernah ketika ada training di kantor, dimana pembicaranya adalah manager
yang sudah lama menjadi expatriate di USA, dia pun menyampaikan bahwa dalam hal
hitung-hitungan bahwa karyawan expatriate dari Indonesia ngga kalah dari bule,
tapi ketika masuk ke bagaimana nanti analisanya, kemudian bagaimana solusi atas
suatu masalah, dan pemaparan2 dari semua teori2 yang ada, orang Indo biasanya akan
keteteran..
Anyway, cukup deh soal pendidikan
Indonesia yang masih jadi pe er besar pemerintah.. dan bisa berlembar-lembar
sendiri kalo memaparkan soal harapan-harapan saya untuk anak saya.. but this
post is not about my children, but it’s about me.. ;)
Jadi saya punya mimpi bisa
merasakan pendidikan luar negeri lagi, namun ternyata nasib berkata lain,
setelah lulus saya berubah prioritas, …
bisa aja sih niat cari beasiswa,
atau ngelamar PNS biar nanti lebih mudah cari beasiswa.. but no.. I decided to
make money instead on continuing education, and I decided to get married, and
not work for government.
Jadi saat memutuskan menikah dan
bekerja cita-cita itu pun terkubur dalam-dalam..
Menikah, ikut suami ke luar jawa,
kerja di perusahaan swasta,
kuliah di Inggris semua itu tinggal cita-cita masa lalu.
kuliah di Inggris semua itu tinggal cita-cita masa lalu.
Mau keluar kerja trus kuliah, kok
ya sayang, kuliah kan buat dapat kerjaan bagus, lha kalo udah bagus (menurut
saya) susah lagi dapet kerjaannya, pake perjuangan.. masa mau ditinggal demi kuliah. Belum tentu nanti
dapat lagi.. Bukan ngga percaya diri, hanya lebih realistis aja. Trus mau
kuliah sambil kerja, duh repot ya anak masih kecil, asi esklusif sambil kerja
lah dsb.. Dan bila dapat beasiswa keluar negeri bisa bawa anak, trus
suami gimana.. ngga dalam planning keluarga juga bahwa harus ada yang mengalah
seperti itu di keluarga kami untuk saat ini.
Don’t get me wrong, beberapa
keluarga fine – fine aja dengan arrangement seperti itu dan ngga ada yang salah
dengan suami mau mendukung istri 100% sampai suami harus menunda karirnya,...
hanya sepertinya di keluarga kami tidak pas seperti itu.
hanya sepertinya di keluarga kami tidak pas seperti itu.
Namun kemudian, karena keadaan
kantor yang saat itu lagi galau karena jatuhnya harga minyak, saya dipindah ke
bagian yang less demanding dibanding kerjaan sebelumnya, plus anak-anak udah
ngga perlu asi lagi :D saya mulai punya hobi baru yaitu berlari.. dari hobi berlari-berlari.. saya jadi
mikir, masa cuma lari aja sih nih ngabisin waktu.
Dont get me wrong again, hobi lari itu bagus buat kesehatan, dan sampai saat ini masih saya kerjain.. tapi intinya saya nyari goal yang baru. Yes I am always finding new goals.. Sedikit flashback dari tahun 2007 goal saya jadi karyawan permanen dan akhirnya baru terealisasi di 2013. Nah setelah 2013, new goals must be set.
Dont get me wrong again, hobi lari itu bagus buat kesehatan, dan sampai saat ini masih saya kerjain.. tapi intinya saya nyari goal yang baru. Yes I am always finding new goals.. Sedikit flashback dari tahun 2007 goal saya jadi karyawan permanen dan akhirnya baru terealisasi di 2013. Nah setelah 2013, new goals must be set.
Akhirnya berawal dari cari info
info soal S2 yang ternyata belum ada yang bonafide di Balikpapan, mulai eksplor
kemungkinan kuliah di luar kota seperti, Jakarta, Surabaya, Jogja, namun
ternyata saya ngga bisa juga kalau harus mondar mandir ke luar kota tiap wiken,
bahkan untuk sekedar ke Samarinda (Univ Mulawarman) . It just won’t work for my
family..
Namun berbekal niat akhirnya saya
mulai mencari info kuliah jarak jauh, ini juga terinspirasi dari teman-teman
kantor yang sudah senior, saat harga minyak masih bagus, perusahaan memberikan
semacam short course 6 bulan dari Arizona State University dimana semua
dilakukan secara online. Dari situ saya
mulai berpikir.. NAH.. mungkin ini jawabannya, apalagi di kantor juga lagi
giat2 nya apa-apa online, meeting aja sering banget via webex (online), leader
saya pun di pulau berbeda dan semua kami koordinasikan via web, phone, email
dst… Dan akhirnya saya mendapatkan beberapa kandidat untuk online learning atau
distance learning saya. Saya akhirnya memilih yang dari luar negeri karena saya
ingin menulis disertasi dalam bahasa inggris. Dan tentu saja mimpi saya masih ingin merasakan pendidikan luar negeri. Dengan
segala keterbatasan mobilitas saya, saya merasa distance learning dari luar
lebih menantang, lebih kredibel, dan lebih accountable. Tentu saja banyak
tawaran distance learning dari Luar Negeri dimana semua nya mahal… dan saya
memilih yang lebih terjangkau tapi bukan yang semata mata karena faktor uang pilihannya, saya riset juga
dulu kampusnya, rangkingnya worldwide, reputasinya, akreditasinya ,ikut trial
module dulu dan yang saya tau ada
alumninya yang bagus. Saya merasa cocok banget, bisa dikerjain di rumah, bisa
juga saat lunch time di kantor, intinya bisa disambi dengan mamak-mamak lyfe
ini lah. Dan semangat harus selesai tepat waktu dengan nilai yang baik.
Akhirnya mengurus untuk mendaftar dan diterima deh .
Jadi inget pembicaraan dengan
seorang kolega di kantor yang lulusan luar negeri,
Saya : wah hebat mas nya lulusan
luar negeri, dapat beasiswa ya?
Dia : Ya ngga lah mba, saya mah
bayar sendiri.. (ketawa bangga)
Saya : .. (mikir dalam hati)
bener juga ya, kalo dapat beasiswa bangga banget pasti karena ya diakui
kepintarannya – orang pilihan lah, tapi bayar sendiri, berarti emang niat banget
kuliah dan bangga dong dah nabung dan punya duit.. wkwkwkwk.
Pembicaaran gak penting diatas
semacam motivasi juga sih buat saya bahwai intinya banyak jalan menuju roma,
dan memang education is an investment.
Dan kenapa juga ngotot pengen
kuliah lagi adalah karena latar belakang S1 yang sangat ngga nyambung sama
kerjaan sekarang, dan di era kompetitif kaya sekarang, memang sudah selayaknya
terus memperbaiki diri dan menambah ilmu.
Dengan kuliah lagi jadi kebuka
lagi pengetahuan-pengetahuan baru, apalagi baru sekarang ini bener-bener
dimanjain sama open access online library dimana hampir semua jurnal dari
seluruh dunia itu free dan bisa di download. Ngga tau deh kalau kampus di Indonesia sudah
sebagus itu belum ya aksesnya, dan dari buka –buka jurnal dari seluruh dunia
pun nyadar, wow.. kalau kampus dari negara tetangga Malaysia, bahkan level
skripsi S1 nya udah pakai bahasa Inggris ya.. no wonder rank kampusnya diatas
Indonesia semua. Nah.. jadi ada alternative buat kuliah anak nanti.. aim high
sih still di Eropa, tapi selalu open untuk opportunities bila yang deket juga
bagus.
Well, sekarang sampai ke titik
penting perjalanan ini, setelah selesai 4 module maka wajib datang 1 minggu ke
kampus di Salford, Manchester.. oh well mimpi saya kuliah full di UK sekarang hanya
distance learning dan kuliah tatap muka cuma seminggu, but I am happy, ini yang
terbaik, buat saya dan keluarga tentu aja. Hanya ada 1 masalah… saya belum tau mau nulis apa buat disertasi.. it’s my
less creative Indonesian self, kalau dikasi topik dari dosen akan saya kupas
tuntas, tapi kalau disuruh cari sendiri langsung membeku rasanya otak.
Ada yang bisa kasi saran??
March 17, 2018
Onboard GA 086 somewhere
above Muscat. Altitude 10363 m above sea level. Still 6 hours of flight.