Family 3

Family 3
Just The Four of Us
Showing posts with label parenting. Show all posts
Showing posts with label parenting. Show all posts

Sunday, June 26, 2016

Resensi Buku : Beyond The Tiger Mom (Part I)





Oke, udah lama ngga ngereview buku, terakhir buku yang ini (How Children Succeed), sama - sama soal pendidikan anak, seperti yang sekarang akan saya review. 


Nah kalau buku Tiger Mom karya Amy Chua kayanya udah banyak yang tau ya..
Gimana cara Amy mendidik anaknya dengan keras agar berhasil. Dari buku tersebut kan kemudian timbul banyak diskusi menarik mengenai pola mendidik anak, sebenernya gaya seperti apa sih yang terbaik? East atau West? 
Gimana kalau kita combine..

Ada kubu Western yang mungkin kiblatnya lebih ke Amerika Serikat, yang lebih mengutamakan bahwa pendidikan itu mengikuti konsep Follow the Child, anak-anak bebas untuk eksplorasi, dan tidak terlalu dibebani dan di "push", ada juga gaya Asia yang mungkin sedikit tercermin dari bukunya Tiger Mom yaitu gaya pendidikan dimana orang tua berperanan membentuk anaknya dengan sedikit keras, dan mungkin kadang otoriter, memaksa anak untuk belajar, mendorong mereka sampai batas atas untuk berhasil, karena Parents knows what's best.

Membaca beberapa buku-buku pengasuhan dari Amerika, membaca metode pendidikan seperti Montessori, juga sempat membaca buku aliran Perancis seperti Bringing Up Bebe, buku nya Ayah Edy, Mona Ratuliu "Parent Think" serta juga mengikuti seminar parentingnya Elly Risman sebenarnya membuat saya sadar bahwa tidak ada gaya pendidikan / pengasuhan yang sempurna 100%. Intinya adalah kita sebagai orang tua harus mengenal anak kita dan menemukan pola apa yang baik dari setiap aliran dan mencoba sebaik mungkin menerapkannya dalam keluarga.. ya karena setiap anak itu unik. Gaya mendidik anak pun dipengaruhi banyak hal seperti gaya didikan orang tua kita dulu, kultur, pendidikan dan pengetahuan kita dan sekarang tentu aja dipengaruhi Social Media ya..
jangan sampe kita ngga paham dan hanya ikut-ikutan aja ya kaaan..

Kembali ke buku Beyond The Tiger Mom yang baru selesai 1 bagian ini , saya merasa buku ini lumayan memberi pencerahan mengenai keunggulan masing-masing metode, dalam hal ini metode Western vs Eastern. 

Penulis yaitu Maya Thiagarajan adalah seorang blesteran India-Amerika yang masa kecil nya dididik di India dengan metode Eastern dimana sosok guru sangat dihormati, dan metode sekolahnya menekankan pada keberhasilan ujian akhir, yaaah.. seperti di Indonesia lah. Selain itu hafalan juga mendominasi metode pendidikannya. Saat di India itu dia merasa nyaman saja dengan metode-metode tersebut. Ketika sudah berumur belasan tahun akhirnya dia pindah ke Amerika, dan akhirnya menjadi guru disana. Sempat merasakan mengajar di sekolah untuk kalangan menengah ke bawah di AS, dan juga mengajar di sekolah privat kelas atas, membuatnya banyak mengetahui metode pendidikan AS yang menekankan pada konsep Follow then Child , tanpa hapalan dan penuh dengan stimulasi untuk menekankan kreativitas anak. Ia sendiri memiliki 2 anak. Saat anak pertamanya berusia 5 tahun (kalo ngga salah yaaa. :D) Ia dan suaminya pindah ke Singapura, dan akhirnya merasakan metode pendidikan Asia (At its best). Di Singapura inilah dia akhirnya dapat membandingkan kedua metode pendidikan dari 2 tempat yang terbaik namun memiliki perbedaan.. Penulis banyak mewawancarai orangtua dan pendidik di Singapura serta Amerika dalam menulis buku ini.

#1 Matematika 
Di Singapura Ia melihat dan mengamati bahwa para orangtua sangat menekankan bahwa anak-anak mereka harus bisa matematika, mereka sangat memperhatikan kemampuan matematika anak mereka, karena mereka sangat menginginkan anak-anak mereka berhasil dalam hidup dengan memperoleh pekerjaan yang baik. Pekerjaan yang baik untuk masa depan menurut para orang tua tersebut adalah dalam bidang STEM (science, technology, engineering dan mathematics). Daan.. pastilah keahlian matematika adalah kuncinya. Disini pun penulis menyoroti bahwa di setiap kompetisi matematika tingkat internasional memang kebanyakan pemenangnya adalah dari Asia, walaupun mungkin orang AS, tapi sebagian besar keturunan Asia. Disini penulis juga mengakui keunggulan pendidikan Asia dalam hal matematika. Kalau menurut Malcom Gladwell di Buku Outliers nya keunggulan matematika orang Asia karena pengaruh bahasa, dimana penyebutan angka-angka lebih simple dari bahasa Inggris, jadi bangsa Asia memiliki keunggulan dimana anak-anak kecil lebih cepat bisa berhitung karena kesederhanaan penyebutan angka, namun Maya juga menekankan keunggulan tersebut juga akhirnya dilengkapi dengan metode pendidikan yang sangat mengagungkan matematika. Bahkan di negara-negara Asia tidak jarang orang tua memberi les tambahan seperti Kumon atau Abacus untuk melatih matematika.. di Indonesia pun begitu. Di Asia pendekatan untuk mahir matematika adalah Drill and Grill, jadi makin banyak latihan pasti makin baik, karena bila seorang anak sudah sangat paham perkalian dengan cara hafal tabel perkalian, maka akan lebih mudah untuk mengerjakan soal-soal matematika. 

Berbeda dengan gaya Amerika yang saya baca dan sedikit saya observasi dari pendekatan montessori bahwa anak diharapkan paham dulu konsepnya, dan tidak dipaksa menghafalkan tabel perkalian atau di drill dengan soal-soal latihan yang sangat banyak. Menurut kebanyakan metode Western.. Drill = Kill.. yaitu kebanyakan latihan -latihan hanya akan mematikan kreativitas anak.

Disini penulis memang saya lihat lebih condong terhadap gaya Asia dalam hal pelajaran matematika yaitu, tidak ada salahnya men-drill anak-anak terhadap soal-soal matematika karena penulis melihat bahwa metode yang ada di Singapura tersebut menjadikan anak-anak menyukai matematika, karena biasa berlatih mereka pun bisa dan akhirnya pelajaran matematika tidak menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian besar anak Singapura. 
Hal yang menarik adalah ketika para orangtua Singapura menyampaikan kenapa mereka harus men-drill anak mereka sampai batas, mendorong anak mereka....
yaaah cenderung Tiger Mom semua lah, karena mereka beranggapan di Asia ini tidak seperti di AS, 
Sedangkan di negara-negara Asia, setiap orang harus berusaha dengan keras agar bisa sukses, harus menjadi yang terbaik, karena rata-rata negara berkembang, Asia masih harus mengejar sukses itu. Kalau anak-anak tidak dipersiapkan dengan sangat baik, bagaimana bisa bersaing? Berbeda dengan di AS atau Eropa yang menurut mereka, hidup lebih mudah, sehingga anak-anak pun dibebaskan kreatif, tidak ada tekanan untuk menjadi yang terbaik.

Naah gaya-gaya Asia ini pasti mengingatkan kita sama masa kecil kita yaaa, pas kecil  saya sekolah di sekolah Katolik, jangan harap bisa pulang kalau belum hapal perkalian.. pe er matematika pun berjibuun..
Makanya ada kecenderungan bahwa saya nggak ingin anak saya menjadi penghapal seperti itu, saya ingin anak saya bisa paham juga konsepnya matematika, tidak sekedar jadi robot. Namun kalau menurut penulis asal kita bisa juga menanamkan konsep matematika selain menghapal tabel perkalian, maka drill and grill tidak salah juga...
Hmmmmm pe er nih buat para ortu.. selain ngasi latihan yang banyak untuk matematika, jangan lupa diajarin konsepnya juga.. Kalau di Singapura sih udah bagus katanya integrasinya ini... nah kalau di Indonesia pe er ya buat para ayah bunda "^^

Ada beberapa tips dari Penulis untuk menjadikan rumah kita "Math-Rich" diantaranya adalah :
- bermain board games seperti ular tangga dan monopoli
- memakai abakus/ sempoa
- memasukkan konsep matematika dalam keseharian, misalnya ketika berbelanja
- konsep visual spatial bisa dikenalkan via permainan lego
dan lain-lain

Oke 1 - 0 untuk East yaa..

#2 Membaca
Kalau menurut penulis soal membaca memang Western lebih unggul, karena menurutnya di AS sana sejak anak dalam kandungan dah dibacain cerita, anak bayi dibacain cerita, tiap malam reading itu wajiiib...
Gak sekedar reading, tapi bener-bener dibahas tuh buku... makanya ngga heran ya sebagian besar buku asalnya ya dari West sanaaa..
nah bedanya ama metode Asia, membaca itu kebanyakan hanya di permukaan aja, anak-anak Asia umur 5 tahun dah bisa membaca karena diajarkan membaca sejak kecil, mungkin kalo di Indonesia ya .. B  + A = BA, B + U = BU sejak dari TK, tapi mungkin kalau ditanya apa buku favoritnya dan ceritakan soal buku itu ngga bisa.. Beda dengan anak-anak Western yang sudah punya buku favorit sejak kecil.
Saya yang termasuk agak sering membacakan cerita pun akhirnya ngetes kakak dengan pertanyaan "apa buku favorit kakak?" dan ternyata jawabannya "buku menulis",... jawaban yang tidak diharapkan .. :D , setelah diarahkan baru deh jawab.. "Cerita Snow White" 
hmmm berarti saya kurang sering bacainnya ya.. hehehe "^^

Di Asia memang kebanyakan anak diajar membaca karena ya membaca itu penting untuk bisa belajar.. thats it.. tapi tidak secara mendalam, apalagi memahami sastra.. mendiskusikan buku dan nilai-nilainya, tidak diajarkan mencintai buku.
Saya cukup beruntung ketika dulu sempat ikut papa tugas belajar di Inggris, mencicipi budaya membaca yang sangat bagus.. Setiap pagi setelah assembly, semua murid dikumpulkan untuk dibacakan buku dan hal itu yang membuat dalam 3 bulan saya langsung bisa mengerti bahasa Inggris tanpa kursus macem-macem.. tapi ya namanya masih umur 10 tahun masih seperti spon kali ya otak. Saya juga menikmati sering ke perpustakaan untuk meminjam buku :), disitu waktu ke perpustakaan adalah saat yang sangat ditunggu-tunggu.
Nah tantangan dunia jaman sekarang, buku mendapat persaingan yang sangat banyak, seperti gadget, socmed, dan games.. ini tantangan kita sebagai orang tua. 
Orangtua disarankan tetap memberikan buku yang kertas dan bukan ebook, karena ebook di gadget dan membuat anak tidak fokus membacanya.. malah nanti ngegame..

Disini penulis menekankan kembali bahwa buku itu memang jendela dunia, buku bisa membawa kemana aja.. dan cinta akan buku bisa membawa seorang anak lebih memiliki banyak kosakata dan lebih berpengetahuan... 

Ada beberapa tips agar rumah kita "language-rich"
- Kelilingi anak-anak dengan buku bagus
- Berikan teladan bahwa membaca itu menyenangkan
- Bacakan buku setiap hari 
- Jadi anggota perpus 
- Jangan marahi anak ketika asik membaca buku, misalnya dengan mengatakan ngapain baca buku terus.. karena mungkin disaat itu dia lagi berpetualang dalam pikirannya.
Dan lain -lain

Ada tips juga buat para ortu ketika mencari sekolah anak yaitu selain melihat fasilitas sekolah seperti lapangan bermain, lab komputer, dll, cek juga ada ngga perpustakaannya..
Hmmmm .. Noted :)

Soo... 1-1 buat East vs West

Oke karena anak-anak udah cranky minta bobo.. sekian part 1..
semoga bisa dilanjut part 2 nya yaa.. 



Saturday, September 5, 2015

Seminar Parenting - Komunikasi Pengasuhan Anak

Yuhuuu..

Mau posting sedikit ilmu yang saya dapat dari Seminar Parenting Komunikasi Pengasuhan Anak dengan pembicara Ibu Elly Risman, Psi yang diadakan 29 Agustus lalu.
Anyway, awalnya sih emang cuman penasaran aja ama Elly Risman karena sering banget denger namanya sebagai salah satu psikolog anak yang suka wara wiri di radio dan ngasi seminar di mana-mana soal parenting. Dan juga salah satu psikolog Indonesia pertama yang sepertinya memberikan sedikit awareness mengenai pengasuhan anak di era digital serta bahaya pornografi pada otak anak.

So ketika tau ada seminar ini dan pas waktunya sepertinya saya pas lowong, ya udah daftar deh..
Gak ada sekolah jadi orang tua, jadi kalo pas sempet gini ya selalu usahain buat nambah ilmu.

Ulasan ini adalah  sebagian ilmu yang saya peroleh dari Ibu Elly dan offcourse saya tambah2in dikit pendapat saya :)
So tidak semua pendapat Ibu Elly ya ..
(Bikin disclaimer karena dunia maya suka aneh2)

Yang pertama kali dibahas adalah bagaimana banyak orang tua tidak siap ketika memiliki anak, karena ya jujur aja dalam kultur Indonesia biasanya setelah menikah langsung "dituntut" punya anak. Padahal mungkin banyak pasangan yang awalnya ingin menunda dahulu.. atau ya emang belum siap aja.Punya anak kan berarti mau melepaskan ego kita untuk hadirnya jiwa lain..
Dengan ketidaksiapan sebagai orang tua maka kita tidak menguasai 2 hal yaitu : Tahapan perkembangan anak dan tidak tau bagaimana cara otak bekerja yang nantinya berpengaruh pada kepribadian dan masa depan anak. Contohnya adalah karena kita tidak tau hal diatas maka kita sebagai orangtua sering memaksa anak untuk belajar sebelum waktunya.. misalnya calistung di usia dini, sekolah SD sebelum 7 tahun. Dimana menurut Ibu Elly, di umur sebelum 7 tahun itu otak anak belum siap untuk menerima materi-materi sekolah SD. Yang emang pelajaran SD jaman sekarang itu udah susah lho..
Menurt Ibu Elly ada bagian otak, antara otak kanan dan kiri yang belum nyambung pas usia 5 tahun itu.. (ini klo saya gak salah tangkep ya, maklum duduk belakang karena hampir telat :D).
Hmmmm ada benernya ya sepertinya, karena sering banget baca artikel-artikel dimana anak-anak Asia atau Indonesia kali ya.. pinter-pinter di awal, di SD, SMP, SMA bisa jadi juara olimpiade macem-macem karena dari kecil udah di "drill" otaknya untuk bisa membaca, berhitung, ngapain ini itu  dan bla bla bla dari kecil, tapi ketika besar ngga banyak yang akhirnya bisa menjadi pemenang hadiah Nobel. Sedangkan di Negara Barat, ngga segitunya anak kecil dah disuruh les berhitung, membaca, dan mungkin gak boleh juga 5 tahun masuk SD. Nah otaknya lebih berkembang optimal, dan ketika dewasa bisa lebih berpengetahuan.. ibaratnya "we think we know so much but we understand so little".
Yah tau sendiri di Indonesia kebanyakan ngapalin kali yee dari kecil :(.

Anyway baru tau juga ada orangtua yang sengaja men-cutikan anaknya selama satu tahun setelah TK B bila anaknya masih kekecilan. Agar pas masuk SD dah 7 tahun.
Emang sih masih pro kontra soal ini.. gimana kalo emang anaknya dah siap? kalo emang anaknya pinter? Kan tiap anak beda-beda ya kan?
Perlu lebih banyak penelitian mendalam tentang ini sepertinya.
Dann..  balik lagi pada orang tuanya.. Ortu yang paling kenal anaknya. Harusnya bisa tau apa emang si anak ini udah siap apa belom masuk SD sebelum 7 tahun, karena pinter aja gak jaminan juga sang anak siap secara mental dan emosional. Malah mungkin ketidaksiapan mental dan emosional itu yang bahaya kalo anak kecepetan masuk SD. Emang mungkin si anak dah bisa calistung, tapi kalo anaknya masih pengen main aja gimana?
Ibu Elly mengingatkan bahwa dunia anak itu ya main, main dan main.. dengan main sang anak belajar.. so mengapa mencabut dunia main itu terlalu dini dari anak?
Ini pe-er juga sih buat saya sebagai orang tua yang kadang-kadang kalo lagi timbul tiger mom mode on , tetiba nge'drill" si kakak untuk bisa membaca.. Saya lupa dunia nya adalah main, main dan main.. yang kalau saya mau ajarin baca ya harus dengan bermain se fun mungkin dan tidak memaksanya di usianya yang masih 4 tahun.
Pernah baca artikel juga.. Gak ada bedanya pas udah sekolah tingkat2 SMP atau SMA, anak yang 2 tahun dah bisa baca dengan yang 6 atau 7 tahun baru membaca :)
Belum tentu yang usia 3 tahun bisa membaca jadi anak yang gemar membaca kalau ortunya gak suka baca buku.. sukanya main gadget mulu.. JLEB JLEB..
berapa buku yang sudah dibaca tahun ini bapak dan ibu?


Oke mengenai materi komunikasinya sendiri,
Akibat kita suka salah bicara pada anak maka bisa melemahkan konsep diri anak, membuat anak diam, melawan dan menentang, tidak perduli dan sulit bekerja sama. Menjatuhkan harga diri anak dan kepercayaan diri anak. Kemampuan berpikir menjadi rendah. Tidak terbiasa memilih dan mengambil keputusan bagi diri sendiri, dan menjadi orang yang suka iri.
Contoh yang disampaikan adalah kalau kita punya anak masih kecil tapi ketika anak itu ditanya pilihan yang sederhana, yang biasanya setiap anak akan gampang menjawab seperti "Siang ini mau makan pizza atau burger?" tapi sang anak sering sekali menjawab "terserah". Itu adalah salah satu tanda-tanda bahwa kita sudah salah dalam berkomunikasi pada anak sehingga ia menjadi tidak terbiasa memilih, tidak bisa mengambil keputusan yang sangat sederhana, dan kemampuan berpikirnya rendah.
Buat saya masuk akal juga sih... karena anak2 biasanya kan maunya dituruti segala kemauannya.. kalo kebanyakan terserah berarti harus dikulik lagi tuh anak kenapa kaya males2an gitu.

Terus Ibu Elly menyampaikan ada 10 kekeliruan dalam komunikasi
1 .Bicara tergesa -gesa . Contohnya kalau pagi hari kita membangunkan dan menyuruh anak kita sekolah.. biasa ibu-ibu akan cerewet luar biasa.. padahal si anak juga kagak denger.. :D :D.. ya itulah semua serba tergesa-gesa.. anak kecil harus ngikutin jadwal orang dewasa yang gak sabaran.. padahal dunia anak adalah main, main dan main..
2. Tidak kenal diri sendiri : Orang tua pun kadang tidak mengenal siapa dirinya sendiri, kekurangan dan kelebihan kita. Kita harus kenal diri sendiri dahulu sebelum bisa berkomunikasi dengan baik dengan anak.. oke bagian ini saya agak lost :D
3. Lupa, setiap individu UNIK. Setiap anak unik.. Gaya komunikasi ke si Sulung mungkin tidak akan bisa diterapkan ke si Bungsu, karena mereka berbeda.. so ortu harus mengenal anaknya agar gaya bicara kita pun bisa disesuaikan ke sifat anak. Karena kalau kita sudah mengenali keunikan anak dan kita bisa berbicara dengan baik ke mereka, pasti pesan kita akan mudah tersampaikan. Contoh sederhana, ketika anak laki-laki pulang sekolah, cukup sampaikan pesan yang singkat-singkat seperti "cuci kaki, tangan, taro tas, ganti baju dan makan ya" . kalau ke anak perempuan bisa " cuci kaki yang bersih ya, tas nya taro di lemari dalam, ganti baju pakai kaos yang merah itu bagus ya.. trus makan, hari ini bunda masak sayur asem sama balado telur". Kalau anak lelaki pesannya terlalu banyak gak akan nyampe juga ke otaknya :D
4. Pebedaan Needs dan Wants.. disini saya lost lagi :D
5, 6 dan 7. Tidak membaca bahasa tubuh, tidak mendengar perasaan dan kurang mendengar aktif. Contohnya adalah ketika anak kita berbuat salah seperti tidak membawa pe -er, kemudian dia pulang sekolah langsung kita marah-marah. Padahal sang anak dah cukup bĂȘte juga disekolah habis disetrap, nah apalagi di rumah dimarahin lagi.. Pasti semua nasehat orang tua ngga ada yang didengarkan. ortu seharusnya bisa membaca bahasa tubuh anak, ,mendengarkan dulu perasaannya. Nah nanti ketika situasinya sudah enak, emosi anak juga sudah tidak meluap-luap, maka disitulah kita bisa berbicara hati ke hati. Menasihatinya bakal lebih didenger deh. nah ini pasti butuh latihan, karena sebagai ortu juga kita manusia yak.. klo anak salah mauny langsung kita bilangin, kita omelin, kita nasehatin.. esmosi bok esmosi.. butuh latihan lah buat sabar2.
8. Menggunakan 12 Gaya Populer
 - Memerintah : ayo kak, cepet sikat gigi!!
- Menyalahkan : tuh kan mama bilang apa? gak dengerin mama sih makanannya jadi tumpah semua
- Meremehkan : kakak pasti gak bisa deh, orang hari ini makannya dikit banget, pasti lemes gak bisa manjat itu
- Membandingkan : Adek kok gitu aja gak bisa? tuh liat temennya semua dah pada selesai..
- Mencap (label) : Emang kakak ini kalo makan lama banget. Tukang ngemut. Ibu Elly mengingatkan.. cap pada anak itu di hati lho.. susah ngilanginnya... kalo cap di muka gampang tinggal cuci muka.. JLEB JLEBB JLEEB..
- Mengancam : ayo cepat kak, nanti mama tinggal aja kalau lama pakai sepatunya
- Menasihati (di waktu yang salah) : tuh kan makanya jangan lari-lari terus, sekarang jatuh tau rasa kan.. (padahal anaknya lagi meraung-raung abis jatoh dan kakinya luka)
- Membohongi : nanti kalau ngga ngerjain tugas bakal didtengin monster lho (hahaha.. contoh ini cheesy banget yak)
- Menghibur : OOh gapapa telah sedikit kita kan.. kan yang lain juga banyak yang telat tuh.. (padahal telat itu hal salah)
- Mengeritik : ih ngga gitu dong warnainnya, masa warna nya aneh-aneh gitu.. (padahal mah biarin aja anak-anak berkreasi kan, mungkin kalau ngasi saran bisa dengan cara lain)
- menyindir : Yaaah payah deh kakak ini..
- Menganalisa : memang kalau mama perhatikan, kakak ini bla bla bla, makanya jadi bla bla bla.. coba kakak ini bla bla bla, pasti akan bla bla bla..

hosh hosh.. banyak yak.. beberapa contoh adalah kesalahan komunikasi saya sendiri :(

Menurut Bu Elly, kalau ortu ngomongnya seperti itu terus, maka anak bisa lemah konsep dirinya seperti diuraikan diatas.

Lalu bagaimana kiatnya untuk memiliki komunikasi yang baik dengan anak?
1. Baca bahasa tubuh , jadi ada penelitian bahwa ketika kita berkomunikasi maka peranan bahasa tubuh 55%, kata-kata 7% dan nada suara 38%. Jadi make sure ketika berbicara dengan anak untuk menyampaikan pesan atau nasehat, bahasa tubuh kita yang hangat, tidak seperti menghakimi, atau orang marah-marah.
Bahasa tubuh tidak pernah berbohong. kaya di serial tivi kabel "Lie to me" ituloooh.
2. Dengarkan perasaannya , sebelum kita yang nyap nyap.. dengarkan dulu suara hati anak kita.. tebak perasaannya .. misalnya Kakak capek ya hari ini? makanya dari tadi belum mandi-mandi.. Tunggu jawabannya.. dan tebak lagi.. Sepertinya sih ini memang melatih anak kita untuk bercerita pada kita, dan semacam ice breaking.. jadi kita memancing anak bicara dulu, curhat.. sebelum kita yang nyap nyap..
3. Mendengar aktif.. jujur aja kadang kalo dengar orang ngomong kita suka ngga 100%, pikiran kemana2. Nah salah satu cara melatih kita menjadi pendengar aktif adalah mirroring.. jadi kita menjadi cermin dan menanggapi perkataan lawan bicara kita , dalam hal ini anak kita.. Contoh : Menanggapi dengan serius "ooo  gitu ya kak? jadi kakak hari ini laper".. "oooh ya ampuun.. kakak lupa bawa uang jajan"
4. Hindari 12 gaya popular diatas
5. Jangan bicara tergesa-gesa.. ingat bahwa kalo tergesa-gesa masuk kuping kiri keluar kanan.
6. Belajar untuk mengenali diri dan lawan bicara kita sebelum kita bisa berkomunikasi dengan baik.
7. Ingat terusss... Setiap anak UNIK.
8. Ini ada contoh bagaiman menyampaikan pesan kita..
  Mama/ papa ( perasaan orang tua) Kalau kamu (perilaku anak) karena (konsekuensi terhadap lingkungan, diri sendiri , oru).
Jadi ingat prinsip2 diatas.. jangan sampaikan pesan kala anak emosinya teranggu.. missal lagi nangis, lagi bĂȘte.. or lagi lapar... cari waktu yang pas.

Contoh.. kakak dan adik berantem. Ortu : HEEEEYY  JANGAN  berantem terus ya. Mama pusiiiiiiiiiing jadinya. Kalau ngga stop berantem mama cubit ya!!.

In a perfect world "Mama sedih kalau kakak sering berantem sama adik, karena nanti kalian bisa terluka"..  gitu kali ya contohnya..kemudian kakak dan adik berpelukan, minta maaf  dan mencium mamah :p

But its not a perfect worrrld right ??? dan ortu hanya manusia.. makanya kita hanya bisa berlatih, belajar, bersabar dan berdoa agar Tuhan memberi hikmat menjadi orang tua yang terbaik bagi anak-anak kita.

Happy parenting :)





 

Saturday, March 29, 2014

Not a supermom :) but sometimes superlebai :D



Sudah hampir dua bulan Thania akhirnya bersekolah di Kelompok Bermain.

Sekolah yang kami pilih, tidak ada dalam list yang pernah kami review sebelumnya.. hehehehe… Sekolah yang dapat nominasi teratas sebelumnya akhirnya gugur karena satu dan lain hal.

Dasar pemilihan sebenarnya tidak berubah, dan sejujurnya belum ada sekolah yang sreg 100% di kami. Akhirnya prioritas adalah pada sekolah yang lebih banyak bermainnya daripada sekedar calistung dan adanya antar jemput sekolah yang bisa dipercaya.

Oh ya sekedar sedikit melantur dari topic, saya baru aja berkesempatan membaca buku Tiger Mom nya Amy Chua..

Well.. oke sih bukunya.. tapi ada banyak hal yang saya kurang setuju.. benar bahwa anak harus didisiplinkan dan terkadang harus dikerasin agar tidak lembek dan bisa berhasil dalam hidup. Tapi hidup kan ngga cuma bagaimana bisa menjadi orang nomor 1 dalam bidang akademis or dalam buku Amy Chua.. nomor satu dalam bermain piano dan biola. Saya lebih kagum dengan orang yang berhasil tidak hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga membawa manfaat bagi orang lain. Di buku itu Amy Chua sama sekali tidak membahas mengenai pendidikan moral ataupun spiritual untuk anak2nya.

Contohnya adalah pendiri /owner dari TOMS (Blake Mycoskie), ngga hanya dia berhasil dalam bisnisnya tapi sekaligus juga membantu orang lain.. I would love to buy the book if Blake’s mom would write something on her parenting stylesJ. Jujur penasaran justru bagaimana orang2 seperti Blake itu dulu dididik sama ibunya .. Yah walaupun msh banyak kekurangan di TOMS tapi setidaknya niat nya membantu orang yang saya apresiasi.

Oke back to topic..
actually ini ngelantur juga sih.

Tantangan menjadi ibu jaman sekarang saya rasa mungkin beda dari jaman dahulu. Dimana jaman dulu kayanya orang punya anak lebih dari 5 tapi santai aja.. tapi sekarang baru anak satu atau dua kayanya rempong banget.. maunya ini itu, maunya jadi supermom.. semua harus serba perfect buat anak.

Apalagi dengan adanya socmed, semua orang rajin berbagi kenarsisan dan keunggulan masing2.. sedikit2 kita melihat “kehebatan” ibu ibu lain.. dan pastinya sedikit jiwa kompetitif dari para mahmud (mamah muda) akan sedikit terusik untuk menjadi ibu yang lebih supermom dari peers nya atau setidaknya bisa menyamai mahmud lain yang menurut penglihatan di socmed jauh lebih unggul..  Misalnya ada mahmud yang rajin posting resep, kita pun jadi pengen gitu.. rajin posting kehebatan  anak main musik atau menggambar dll.. kita pun pengen anak kita begitu (this is a big NO NO !!).

Well ngga semua kenarsisan dan sharing tersebut jelek kok.. justru banyak bagusnya.. misal kalo resep2 bisa kita contek. Posting kehebatan anaknya setidaknya bikir kita mikir mengenai talents anak kita sendiri. Or sekedar kita memang lagi gak kepancing jiwa kompetitive nya jadi postingan-postingan tersebut bersifat nice to know aja :D

Jujur aja ya.. mungkin saya termasuk juga yang punya sedikiiiiiiit.. (bener deh).. sedikit jiwa kompetitif dalam hal per-emakan.. kadang terpancing juga pengen ikut2an :D

Misalnya.. bikin blog ini pun awalnya ikut2an kok.. sekedar ikut trend sekaligus melampiaskan curcol.. gak ada salahnya ya..

Minggu kemarin sempet diskusi kecil dengan seorang yang lebih senior dengan anak yang lebih besar-besar.. dan dia berkata.. ibu-ibu jaman sekarang banyak yang lebai.. padahal anak baru satu.. rempongnya minta ampun deh.. dulu jaman eyang2 kita punya anak banyak ya gak gitu2 amat jadi ibu.. buktinya dia menceritakan ibunya dengan anak lebih dari lima yang sekarang sukses semua, dan dulu gak pake kebanyakan baca buku, diskusi panjang lebar di milis, atau kursus ini itu, apalagi gak pake dah istilah mommy war di soc med membandingkan metoda pengasuhan mana yang lebih bener.. ya jalanin aja sebaik mungkin.

Hmmmmm bener juga ya.. saya kok juga kadang –kadang lebai 1000% ya… 

Suka terlalu banyak baca ini itu terutama di internet malah bikin bingung kadang.. malah kebanyakan baca internet juga akhirnya menghilangkan sedikit quality time sama anak..

Kebanyakan narsis di soc med atau narsis di blog pun juga gitu sebenernya.. karena ya gak mungkin saya bisa bikin blog di kantor. Satu2ny waktu saya ya di rumah. Emang kebanyakan pas anak tidur sih.. tapi kadang2 pun pas dia masih melek dan saya serahkan ke ayahnya untuk entertain ;)

Well.. memang seperti hal nya setiap anak punya fase perkembangan dalam hidupnya.. menjadi mahmud pun mungkin ada fase nya juga kali ya..  fase awal punya baby.. offcourse narsis di fb almost every day kali ya untuk posting foto anak, kemudian di BB juga.. sampe eneg kali ya orang lain liatnya.. hehehehe
dan fase itu diisi dengan semangat ngASI yang fanatik.. semua milis dan twitter soal ASI dilahap.. terus mpasi.. berlomba2 bikin mpasi yang yahuuud.. terus mulai mencari sekolah.. trial sana sini terinspirasi blog ibu2 lain yang trial.. padahal jaman dulu gampang aja pilih sekolah.. yang paling deket aja geto loh.. halloooo anak juga baru 2 tahun.. wkwkwkw..

Sekarang masalah anak susah makan… maka mulailah hobi baru bikin bento ;D

Dan masih akan berlanjut lah..

See.. gak jelek juga kan semua “kelebaian” ibu-ibu jaman sekarang.. tp ya refleksi seperti ini hanya mau ngingetin diri sendiri untuk menjalani semuanya ngga usah terlalu ngoyo..

Bagus punya banyak pengetahuan yang bagus2 soal parenting,tapi gak usah fanatik.. kalau gak bisa dijalanin karena keterbatasan kita ya santai aja. Yang penting selalu ingat untuk mengutamakan kepentingan si anak .. and sometimes.. we are not a supermom.. kita pun pengen mengutamakan kepentingan kita sendiri..

Gak usah jadi supermom, saya pun hari sabtu bangun siang.. gak bikin bento. Kalo anak susah makan, dan saya lagi malas maka saya pernah kok bikinin indomie.. mecin nya setengah aja :D, kalo saya lagi malas, saya setelin disney junior dan youtube, sementara saya asik whatsappan dan soc med an ..  

Anak susah makan apalagi kalo ada saya, kadang2 malah tambah susah deh.. makin lama ngemutnya deh krn caper.. so kadang2 sengaja saya pulang agak malam biar makan malamnya dia habis dulu ..

Saya mom lebai.. semua buku2 dan web parenting yang direkomendasi orang lain saya baca dan pengen saya terapin.. saya ngotot sama para eyang s soal hal2 yang terkini soal parenting.. saya kekeuh mau trial sebanyak2nya sebelum masukin anak sekolah. Saya kekeuh gak bawa anak ke dokter kalo belum panas diatas 39.. dan gak mau anak saya “dipaksa” belajar calistung di sekolah.. dll..

Semua keluarga punya caranya sendiri, punya gayanya sendiri. .. dan semoga gaya not supermom saya dan sometimes lebai ini bisa berhasil...... someday .. Semangattt momss..

 

 

 

 

 

 

Saturday, February 1, 2014

How Children Succeed - Review Buku


How Children Succeed - Grit , Curiosity and The Hidden Power of Character – Paul Tough

Long wiken gak kemana2.. ya sudah lah bikin resensi buku ke-dua J

Sebenarnya buku ini dah lama banget dibacanya, sebelum baca buku Lean In. Tapi baru sempet sekarang me-review nya. Semoga masih inget ya pointers nya.

Asli emang sekarang lagi suka baca-baca buku soal parenting, pendidikan dan karir.. emang faktor “U” kali ya.. emang “U” saya sekarang hal-hal tersebut lah yang penting.. ntar lain kali klo ada waktu mungkin bikin review buku 50 shades.. #eh.. heheheh.. bukunya aja blm punya kalo itu.. suwer :p.      
Kali aja ada yg mau minjemin boleh kakak.. :D XD

Oke waktunya serius sekarang..

Karena buku ini ditulis oleh orang Amerika, sedikit banyak membahas masalah pendidikan di sana.. beberapa hal bisa berlaku universal sih. Negara superpower seperti Amerika pun memiliki masalah mengenai pendidikan, dimana hal yang menjadi masalah adalah biasanya di daerah daerah miskin yang kebetulan banyak warga African American yang bermasalah dengan gangster, narkoba ataupun banyaknya single mothers. Anak-anak dari daerah tersebut yang biasanya lebih miskin memiliki nilai yang lebih rendah dari pada sebayanya yang berasal dari keluarga mampu. Dan bagaimana kebijakan publik bisa dilakukan oleh pemerintah untuk menangani isu tersebut. Bagaimana bisa menjadikan anak-anak dari daerah miskin bisa bersaing dengan anak-anak lainnya.

Isu nya sangat kompleks, begitu juga buku ini saya rasa sangat kompleks membahas isu pendidikan tersebut. Banyak contoh-contoh yang disampaikan oleh penulis. Banyak sekali riset untuk menemukan sebenarnya faktor apa sih yang paling berpengaruh yang harus dimiliki anak-anak untuk dapat berhasil.

Yang bikin kagum dari buku-buku luar negeri memang semua riset yang harus dilakukan untuk menulis sebuah buku, jadi bukan hanya pendapat penulisnya saja. Tapi memang didasari oleh riset  sebelumnya. Saya masih menunggu nih ada ngga riset pendidikan di Indonesia. Jadi kurikulum bukan ganti-ganti begitu saja setiap ganti menteri. Kalaupun harus ganti ada dasarnya.. Bukan hanya studi banding atau mencontek negara lain. Karena tiap negara punya karakter, budaya dan masalah yang berbeda. Kebijakan pendidikan harusnya memang country specific. Apalagi di Indonesia banyak suku bangsa.. harusnya bisa culture specific.

Yang disampaikan penulis juga bahwa saat ini kita hidup di dunia dimana sukses semata-mata dinilai dari hal-hal yang kognitif - yaitu kecerdasan yang biasanya diukur dengan IQ. Dan cara terbaik untuk meningkatkan kecerdasan adalah dengan cara mempelajari hal-hal kognitif sedini mungkin. Misalnya mulai belajar baca tulis sedini mungkin. Hal tersebut benar misalnya adalah bila seorang anak kelas 4 SD ingin meningkatkan kemampuan membaca, maka membaca 40 buku selama liburan kenaikan kelas pasti akan meningkatkan kemampuannya. Namun bagaimana caranya meningkatkan hal hal yang tidak bisa diukur seperti meningkatkan rasa keingintahuan.

Salah satu riset menarik mengenai IQ adalah bahwa sebenarnya IQ juga dipengaruhi motivasi. IQ tidak seperti yang dahulu dipercaya bahwa IQ itu faktor dari lahir, dan seseorang dengan IQ yang rendah akan selamanya rendah.

Riset yang dilakukan pada tahun 60an ini membagi 79 anak dalam dua kelompok berumur 5 – 7 tahun yang berasal dari keluarga menengah ke bawah (Kelompok kontrol dan eksperimen). Pada tes pertama kedua kelompok diberikan tes IQ standar yang sama. Tujuh minggu kemudian anak-anak tersebut di tes kembali, namun kelompok eksperimen diberikan 1 buah coklat M&M untuk setiap jawaban yang benar. Pada test pertama kedua kelompok mendapat hasil yang sama, namun di test kedua terdapat perbedaan 12 point lebih tinggi pada kelompok eksperimen. Ternyata adanya motivasi yaitu reward berupa coklat M&M dapat meningkatkan kecerdasan??

Beberapa tahun kemudian dilakukan kembali test yang hampir sama, dimana pada test pertama semua anak digabung dan diberi test yang sama. Kemudian berdasarkan hasil tersebut dibagi tiga kategori yaitu IQ tinggi, IQ sedang dan IQ rendah. Kemudian ketiga kategori tersebut dibagi dua, yaitu kelompok kontrol dan eksperimental. Seperti sebelumnya setiap kelompok eksperimen dijanjikan 1 coklat M&M untuk setiap jawaban benar. Hasilnya, coklat M&M tidak terlalu merubah hasil pada kategori IQ tinggi dan IQ sedang, namun pada IQ rendah terjadi kenaikan hasil test yang signifikan. Hasil test kategory IQ rendah yang diberi M&M bahkan hampir menyamai kategori IQ sedang. Pertama hasil nya adalah 79 namun setelah diberi M&M menjadi 97.

Pertanyaannya kemudian adalah.. apakah benar anak-anak tersebut memiliki IQ rendah atau mereka sebenarnya tidak begitu.

Apakah seumur hidup harus diberikan reward M&M untuk setiap jawaban yang benar.. padahal, ketika kita belajar reward itu pasti akan ada. Walaupun tidak senyata dan secepat reward M&M , rewardnya adalah kemungkinan besar sang anak bisa lulus sekolah dengan nilai baik. Namun tiap pendidik tahu bahwa tidak semudah itu untuk memberi motivasi pada seorang anak agak berhasil demi reward yang belum terlihat di masa depannya.

Hal mengenai motivasi amatlah kompleks dan bahkan bisa menjadi senjata makan tuan. Hal ini dibuktikan dengan riset lainnya dimana memberi insentive bagi guru dan murid untuk nilai yang bagus ternyata tidak banyak meningkatkan hasil test lainnya seperti test membaca.

Analisa lain dari test IQ dan motivasi tersebut adalah benar bahwa anak-anak tersebut memang sebenarnya memiliki IQ 97 tapi mereka tidak memiliki keinginan kuat untuk berhasil makanya di test pertama skornya hanya 79. Faktor kurangnya kemauan tersebut sebetulnya adalah prediktor yang lebih akurat untuk kesukseksesan.. dimana kurangnya kemauan untuk berusaha keras pada anak-anak tersebut dapat terbawa sampai dewasa. Jadi sekarang faktornya adalah bagaimana meningkatkan rasa kemauan kuat tersebut. Kuncinya bukan lah semata IQ untuk berhasil.. tapi KARAKTER..

Menurut buku ini ada beberapa Karakter yang penting untuk dimiliki yaitu :

Grit (passionate commitment to a single mission), Self Control , Zest (enjoyment and enthusiasm) , Social Intelligence, Gratitude, Optimism dan Curiosity .

Dalam buku ini , penulis menyampaikan bahwa seperti hal nya kecerdasan terukur seperti kemampuan bahasa dan matematika, maka karakter pun bisa dibentuk dan diperbaiki. Penelitian pada anak-anak yang percaya bahwa kecerdasan dan karakter mereka bisa ditingkatkan, maka hasil testnya lebih baik daripada anak-anak yang percaya bahwa kecerdasan yang mereka miliki adalah dari lahir dan tidak bisa ditingkatkan lagi.



 


Faktor lain yang dibahas adalah juga pentingnya attachement parenting atau grooming di awal-awal kehidupan seorang anak. Hal ini dibuktikan dengan eksperimen pada sekelompok anak tikus lab. Dimana anak tikus yang mendapatkan grooming dari induknya cenderung untuk lebih cerdas ketika dihadapkan pada masalah. Anak-anak tikus yang diperhatikan oleh induknya (groomed) akan lebih cepat mencari makanan. Sebaliknya pada anak-anak tikus yang tidak di groomed oleh induknya, mereka kurang cerdas dan akhirnya bisa kelaparan.
Hal ini seperti nya common sense saja ya, kalau melihat anak-anak yang kurang perhatian orang tua memang cenderung bermasalah juga di sekolah. Namun ternyata nice to know bahwa memang ada penelitian yang mendukung hipotesa itu.
Hal tersebut menjadi pengingat akan pentingnya kasih sayang di awal-awal kehidupan anak.

Salah satu kesimpulan Penulis dari buku ini adalah :

Seperti kebanyakan orang tua lain yang awalnya khawatir bahwa anaknya tidak akan sukses bila tidak dibombardir dengan CD Mozart, Flashcard , dan kemampuan baca tulis sedini mungkin. Namun ternyata riset –riset yang ia temui selama menulis buku ini menunjukkan arah lain. Benar bahwa tahun-tahun pertama seorang anak sangatah penting dalam perkembangan otak seorang anak, namun kemampuan paling signifikan yang dapat diberikan pada seorang anak bukan lah hal-hal yang didapat dari flashcard . Bukan tidak perduli pada kemampuan membaca atau menulis anaknya, namun ia percaya bahwa kemampuan itu akan datang dengan sendirinya karena orang tuanya suka membaca dan rumahnya penuh dengan buku. Yang justu harus dibangun dan diarahkan sedini mungkin adalah karakternya.

Ya mungkin segitu dulu reviewnya.. lumayan banyak insight namun sepertinya kalau ingin benar2 komprehensif harus membaca sendiri bukunya.. bisa dibeli di Books & Beyond , harganya lupa .
200 halaman , Bahasa Inggris.

 J

 

Monday, December 30, 2013

Mendidik Anak Secara Katolik


 

Mendidik Anak secara Katolik (Aplikasi: Thania, 3th)

Enam tahun lalu, 10 November 2007, salah satu Janji Perkawinan kami adalah “bersedia menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak yang dipercayakan Tuhan dan mendidik mereka menjadi orang Katolik yang setia”. Implementasi janji tersebut pada kenyataannya tidak semudah mengucapkannya di depan altar. Sharing di bawah ini baru sebagian keciiill yang sudah kami terapkan sampai hari ini untuk Cecilia Nathania Witono (3 tahun). Proses belajar ini kami lakukan dari berbagai sumber tapi yang paling terutama adalah Orang Tua kami. Dan yang sangat penting adalah berserah serta mohon petunjuk dan roh kebijaksanaan dari Allah Bapa.

Menurut kami, salah satu kunci dari pendidikan agama di rumah adalah contoh/ teladan dari Orang Tua, membangun kebiasaan serta disiplin dalam penerapannya. Anak, dalam perkembangannya akan mulai belajar dengan meniru Orang Tua atau orang-orang di sekelilingnya.

1.    Baptis

Thania dibaptis saat usianya kira 3 bulan. Alasannya sederhana, ceritanya kami memang baru siap mengekspos thania keluar rumah diatas 3 bulan he3x… Kami sepakat untuk membaptis Thania sejak bayi karena itulah salah satu perwujudan janji perkawinan kami untuk mendidik anak secara Katolik. Thania dibaptis dengan nama Santa Pelindung “Cecilia” (Santa Pelindung Para Seniman & Pemusik). Diperingati oleh Gereja Katolik setiap tanggal 22 November sedangkan Thania lahir tanggal 23 November. Sejak lahir nama baptisnya sudah dicatat di Akta Kelahiran supaya nama tersebut terus menjadi satu kesatuan dengan nama lainnya dalam setiap kesempatan di kemudian hari.

 

2.    Doa Bersama

Kami memiliki kebiasaan untuk doa malam bersama. Jadi sejak Thania masih dalam kandungan, dia sudah terbiasa mendengar orang tuanya berdoa bersama. Setelah lahir, sejak masih bayi, walau thania belum paham, kami tetap membiasakan doa malam bersama di sekeliling tempat tidur (box) thania. Hingga usianya saat ini, kami selalu mengusahakan untuk berdoa malam bersama. Tidak selalu sempurna, karena kadang ada hari-hari Thania sudah sangat mengantuk sehingga dia tidak mampu untuk duduk dan doa bersama, sebisanya kami berdua tetap berdoa di sampingnya.

 

Saat Thania sudah mulai bisa sedikit bicara atau berkomunikasi, kami mulai mengajarkan juga doa makan dan doa bersama sebelum kami berangkat kerja. Pada kesempatan travelling, di dalam pesawat pun kami ajarkan berdoa. Begitu juga saat Misa di gereja.

 

Kami mencontohkan/ mengajarkan membuat tanda salib dan doa-doa singkat ke Thania, biasanya cukup 1 – 2 kalimat selesai. Dengan demikian memudahkannya untuk mengulang kembali doa tersebut. Untuk doa malam atau doa pagi kami berdua melanjutkan dengan doa Salam Maria atau Bapa Kami dimana Thania tetap mendengarkan.

 

Puji Tuhan dengan perkembangannya saat ini, Thania sudah bisa membuat tanda salib (walau belum 100% benar he3x..), di beberapa kesempatan dia sudah bisa mengucapkan doa makan atau doa malam sendiri, beberapa kali Thania yang mengingatkan kami bila berangkat kerja belum doa pagi, sudah bisa doa Salam Maria secara runut walau belum sempurna pengucapannya.

 

3.    Ke Gereja

Membawa Thania ke gereja dimulai sejak Thania sudah dibaptis. Waktu masih bayi, kami selalu mengusahakan duduk di dalam gereja, bahkan saat Thania masih tidur di stroller, kami biasanya mengambil tempat di pojok dekat dinding supaya tidak mengganggu Umat lainnya. Saat Thania mulai bisa digendong, kami mulai duduk kembali ke bangku Umat. Saat awal Thania mulai makan, kami harus duduk di samping gereja bagian luar, karena jadwal misa yang pagi biasanya Thania belum sempat makan di rumah jadilah kami harus menyuapi di luar. Sekarang, setelah Thania bisa bangun lebih pagi dan sarapan di rumah, kami bisa kembali ke bangku Umat di dalam Gereja.

 

Prinsip yang kami ajarkan di Gereja adalah selama Misa, Thania harus tetap duduk bersama kami, tidak bermain atau lari kemana-mana. Konsekuensinya, kami harus menyiapkan “sambilan” untuk mengisi waktunya selama Misa yang kurang 1.5 jam tersebut. Mulai dari membawakan snack dan susu UHT-nya, membelikannya Alkitab bergambar untuk Anak-Anak, termasuk pada salah satu Misa Pekan Suci kami harus membawakan kertas bergambar untuk diwarnai. Memang di beberapa gereja, Pastor Parokinya menghimbau untuk tidak membawa makanan ke gereja, tapi demi mendidik anak dengan liturgi Gereja dan membangun kebiasaan bahwa ke Gereja berarti duduk di dalam bersama Orang Tua, membuat bagi kami urusan membawa makanan ini jadi prioritas ke sekian. Kami percaya akan tiba usianya dimana semua “sambilan” tersebut bisa di-stop dan pada waktu tersebut anak sudah terbangun kebiasaan ke gereja yang baik dan memahami liturgi gereja Katolik. Dengan anak duduk di gereja bersama Orang Tua, kita pun bisa mengikuti Misa dengan lebih tenang.

 

Selama di Gereja, kami sengaja memperlihatkan dan membangun ketertarikan kepada Thania unsur-unsur Liturgi misalnya Romo, Misdinar, Dirigen, Lektor, Gong dan kerincingan saat Doa Syukur Agung, bila ada Bapa Uskup dengan tongkatnya, membawanya ke depan saat pemberkatan anak, dan mengikutkannya saat anak-anak sekolah Minggu bernyanyi di depan (walau pun sampai sekarang, Thania belum sekolah minggu). Bersyukur banget bahwa liturgi Gereja Katolik itu penuh warna dan banyak unsurnya.

 

Puji Tuhan sampai usianya saat ini, Thania selalu mau dan “betah” ikut misa hari minggu. Tahun 2013 ini, pertama kalinya, Thania kami ajak ikut Misa Kamis Putih, Malam Paska, dan Malam Natal yang durasinya agak lebih lama dan syukurlah Thania bisa mengikuti semua liturgi dengan baik dan tetap duduk bersama kami. Sekarang kalau maju menerima berkat sudah jalan sendiri dengan tangan sikap berdoa. Kalau habis berkat, nagih minta nyanyi di depan, walau hanya lip sing. Sudah bisa menyanyikan lagu “Salam Damai”, “Tuhan Kasihanilah Kami” dan “Alleluya”. Sudah bisa menirukan orang berdoa sambil berlutut, mengangkat tangan saat konsekrasi, termasuk berlutut sebelum masuk atau keluar dari bangku.

3 tahun dan jalan masih panjang bagi kami untuk mendidik anak-anak yang TUHAN percayakan, masih panjang juga perjalanan belajar kami untuk bisa menjadi Orang Tua yang dapat diteladani. Semoga keluarga kami kelak bisa menjadi serupa dengan Keluarga Kudus (Bunda Maria, Santo Yusuf dan Yesus).

Selamat Merayakan Peringatan Keluarga Kudus dari Nazareth – 29 Desember 2013

Friday, March 29, 2013

Hari Hari bersekolah.. (a reflection)




Tsah... judulnya berat..
kesannya udah beneran sekolah aja si Thania :D
padahal sih ya cuma gitu2 doang .. nari2 dan loncat2an doang.

Sebenernya walaupun sudah memilih preschool buat Thania.. masih ada ketidakpuasan di sana sini..
Sebenernya saya sendiri pun belum punya cita2 yang firm buat sekolah Thania.

Well di hari2 sekolah dia.. which is cuma once a week .. dia semangats sekali , yang ku observasi dia semangat ngejalanin semua aktivitasnya,
namun memang interaksi dengan sesama teman sepermainan belum banyak.

Tapi memang semuanya cenderung begitu sih..
karena memang di usia sekarang ini, orang tua atau pengasuh wajib menemani. Jadinya ya paling lebih banyak nempel ke orang tua/ pengasuhnya aja para anak2.

Perkembangan nya dalam hal keberanian untuk permainan motorik berkembang sih..
Dia jadi lebih berani pecicilan.. yang mana malah membuat emak nya deg degan melulu..
Kalo di kasur bawaannya pengen loncat2 dan koprol *lap keringet..

Malah terakhir dia main ke rumah tetangga, dia pun loncat2 di kasur tetangga *orang tuanya ga ngajarin sopan santun apa ya* hiks

Sampai sekarang saya belum tergoda untuk bener2 masukin dia ke preschool yang lebih serius. Saya tau beberapa orang berpendapat, kalau anaknya udah bisa komunikasi dan keliatan makin pinter.. masukin sekolah, biar gak sayang intelegensianya, cepet2 diasah biar tajem (bak silet).

Tapi hasil ngobrol sama keluarga bahwa keliatan anak saya ini tipe yang lempeng dan anak baik2 gitu.. cieeeh.. nurun bundanya :D
dimana kalo kekecilan masuk malah takutnya di bully or semacamnya. soalnya dia sendiri gak ada tipe bully or galak.. so better wait waktu dia lbh gede bisa membela diri.
Ini pun terbukti waktu trial dulu di salah satu sekolah, sempet di dorong2 anak cowo, sempet mau dijorokin juga tp dianya gak ngelawan or ngerespon negatif.. malah di deketin lagi.. duuuuh emaknya geregetan pengen marahin si anak cowo itu eh si Thania malah mempraktekan bila ditampar pipi kiri maka berikan pipi kanan *anakyesus*

Terus hasil baca2 sana sini yang mengatakan bahwa biarkan aja si anak bermain saatnya memang dia harus bermain.. jangan diburu2 untuk belajar saat belum cukup umur.
Bahkan katanya jangan dulu ajari baca tulis hitung sampai 4 th an.. dan anak2 di Jerman pun 7th baru SD.
Efeknya bila terlalu memburu2 si anak adalah bisa jadi pada suatu titik dia akan merasa bosan belajar dan mogok.
Yah mungkin juga anak2 yang sekolah serius pada usia dini adalah anak2 yang pinter dan berprestasi, tapi saya ingin anak saya benar2 juga menikmati masa kecilnya.. ibaratnya mumpung memang masih sah dia hanya main2 saja.. jangan bebani dengan beban yg terlalu berat.
*baca di postingannya Ayah Edy*
Toh nanti saat nya tiba saat dia SMP - SMA dan Kuliah.. bebannya akan semakin berat..

Yess semoga saya bisa konsisten dengan ini.. memberikan anak saya hak nya untuk ceria, tidak terbeban, dan mengeksplorasi dunianya dengan bermain. tidak terbebani dahulu. Sampai secara umur cukup dan secara psikologi siap.
Memang sih untuk tiap anak beda2.. makanya sebagai orang tua yang harusnya paling tau karakter anak.. jangan pernah ikut2 an karena anak lain begini atau begitu.. kita yang paling tau anak kita.
Sesuatu yang mungkin baik dan cocok buat anak lain, belum tentu cocok buat anak kita..
dan anak gw cewe imut2 coy.. kalo bisa mah diketekin terus biar safe terus *overprotektivmode*

walopun kadang godaan dan iming2 preschool2 menghantui juga sih.

Ya paling tidak 3th keatas aja dia mulai preschool dan itu pun harus bener2 saya survey lagi mana yang paling cocok..
masih berdoa juga siapa tau ya.. siapa tauuuuu....
siapa tauuuuuu.... uuuuuuuuu *menggema dalam batin*
pas udah mau preschool beneran atau kindergarten nanti udah gak di Bpn lagi, sehingga ada pilihan yang lebih cocok, dan lebih baik..

Ada amin disana ???
Amiiiinn

Saya yakin mungkin bila nanti dia tidak sejenius temannya yang seorang prodigy tapi semoga nanti kualitas hidupnya lebih baik, lebih secure, mandiri, dan bahagia.

Karena dalam hidup tidak melulu soal kompetisi menjadi paling hebat, nilai paling tinggi, tidak melulu aku aku aku dengan egoku, aku yg paling hebat, tapi bagaimana nanti dia bisa berguna buat orang lain.

Karena terbukti ah dari mana2.. grade di sekolah tidak menjamin kesuksesan seseorang apalagi menjamin kebahagiaan.

Saturday, March 9, 2013

Survey Preschool Balikpapan


Aishh.. sudah lama sekali gak nulis , hehehehe

Lagi malasss.. dan lagi sok sibuk aja.

Sebenernya kerjaan kantor di February ini gak sesibuk bulan January ..

Cuman tetep aja yang namanya inspirasi lagi gak ada ya udah deh.

Daan bulan ini tuh lagi gaLAU

Banyak deh printilan emak2 yang bikin galau..

 

Huuuft.. salah satunya adalah.. si Thania kan sekarang udah 2th lebih , dan keliatan makin gak bisa diem.

Kita beliin dia VCD lagu2 senengnya bukan main.. walopun bahasa nya Inggris, tetep aja dia berusaha ngikutin semua gayanya dan lagunya.. alhasil ”How do you do” jadi Dul dul dul ?? what?? :D

One Two Three Four Five jadi Wan Cu Ti Po Pai.. (agak mirip ini)

Seneng banget sih liat perkembangan dia hari ke hari.. ngomongnya udah banyak, dan nyambung..

Udah tau kalo ditanya nama, alamat (nama komplek doang tp lengkap dengan kota) .

Jadinya kepikiran deh buat nyari2 kira2 adakah Preschool/ Playgroup/ Kelompok Bermain/ PAUD yg kira2 sesuai buat dia.

Ya pokoke buat playtime aja deh..

 

Di satu sisi kami gak mau dia terlalu terbebani dengan sekolah di usia dini.. tp disisi lain di golden periodnya ini.. sayang juga kalo gak dikasi stimulasi (yg fun off course) krn ya u know, biasanya gaul sama si mbak aja J

 

Akhirnya cari2 waktu deh buat nyari2 sekolahannya.. nyari2 nya aja musti bikin appointment gitu ama si ayah yg super sibuk L *curcol*

 

Sempet nyari2 informasi ke jaringan emak2 di Bpn, juga merambah ke blog orang2 dan dari internet juga,

Sumpah.. iriiiii rasanya ngeliat banyaknya pilihan sekolah di Jakarta Raya … keren2, bagus2, tapi mehel2 juga siih ..

Belum lagi kalo merambah ke sekolah diatas SMP.. di BPN sini emang kynya pilihan sedikit

 

Tapi ya.. ayahnya selalu menenangkan.. gapapalah dengan apa yg ada aja di Bpn ini.. toh masih kecil, dan masih bisa diajarin ini itu di rumah.. nanti klo udah SMA , dan kalo kita masih disini (yg ini belum jelas toh) baru kita pikirin lagi .. lagipula emang kepengen balik Jakarta banjir n macet kaya gitu?? *terdiam*

 

Jadi inilah sekilas beberapa preschool yg sempet kita datengin.

 

1.     Tumble Tots

UP = Rp 1,500,000 , Seragam dkk = Rp 500,000 (±)

SPP (bulanan) = Rp 400,000 (1 x pertemuan/ minggu) ; Rp 500,000 (2x pertemuan/ minggu) ; Rp 600,000 (3x pertemuan/ minggu) – kalo ngga salah ya.

Fasilitas ; Permainan indoor semua, modelnya ada activity station yang berbeda2 yang nanti dimainin anak kita.

Waktu : 45 menit/ pertemuan.

Lokasi : 30 menit dr rumah (deket kantor)

Untuk anak usia 2-3 th wajib didampingi ortu/ pendamping.

Notes: Thania udah sempet trial disini, waktu pertama trial emak2nya deg degan takut si anak nangis.. tp ternyata tidak sodara2.. Pas pertama mulai kan semua duduk melingkar dipangku emaknya, tapi si Thania malah maju ke depan duduk deket banget sama Aunty2nya – gak pake pangku.. Udah gitu pas jam nya pulang gak mau pulang juga..

Kekurangannya menurut ku sih.. krn waktunya pendek dan stationnya banyak.. jadi kesannya agak terburu-buru.. si Thania belum puas main di 1 station udah pindah..

Bahasanya English, tp ada juga Bahasa Indo nya klo anak gak ngerti.

Terus menurut saya emang Tots ini kaya indoor playground aja ya sepertinya.. :D

Kelebihannya krn ada pilihan 1 kali pertemuan aja perminggu dan bisa pilih sabtu (cucok lah buat WM).

Anyway kalo dilihat dari trial kemarin emang lebih banyak ke arah motorik.. dan emang kalo untuk Thania sepertinya cocok aja permainannya buat ngelatih motorik nya.

 

2.     Happy Holy Kids

Ini agak lupa rinciannya karena gak dikasi brosur biayanya.

Pokoke total semuanya Rp 7,100,000 (udah include SPP bln pertama ± Rp 500,000 dan uang seragam)

Fasilitas : ada playground diluar, ada perpus dll , bangunan SDnya berdekatan tapi sayangnya kok tingkatnya tinggi banget ya.

Waktu 3x seminggu 2.5 jam per pertemuan.

Lokasi deket rumah (5 menit naik mobil sampe)

Notes: Kita belum sempat trial.. ada rencana sih tp mungkin masih nanti2

Kelebihannya dulu deh : Berbasis Kristen jadi ada doa barengnya, deket rumah, trus tiap pertemuan ada makan bareng (mayan buat ngemotivasi tuh anak buat makan kl ya)

Kekurangan : hmmmm… masih mikir2 sih.. 3x seminggu apa ngga kebanyakan ya buat Thania? Trus kok kesannya kotor ya kemarin pas kita kesana? Apa krn emg lagi banyak event, bazaar dkk..

 

3.     IPEKA

UP = Rp 4,750,000 (lupa udah include seragam belom)

Spp = Rp 500,00 ±

Ada uang paket pendidikan juga sekitar 800rb an

Pokoke total sekitar 6 jutaan lah

Lokasi : Deket di Balikpapan baru sekitar 10 menit

Fasilitas : Ada Playground di luar, perpustakaan dll, bangunan bagus dan baru.

Waktu : 3x seminggu 3 jam per pertemuan.

Kelebihannya : terus terang bangunannya bagus dan bersih, ruang kelasnya juga cakep dekorasinya.. reminds me a little of Canning Street Elementary J

Kekurangannya : malasnya ada Bahasa Mandarinnya .. hehehe. Gimana kalo nanti Thania sekolah disitu trus dapet PR mandarin? Alamat gak ada yg bisa bantĂș dia deh.

Daaaan… lama amat anak pitik 3 jam pertemuannya L

 

4.     St. Familia

UP = Rp 2,200,000
Seragam dll = kurang lebih 300rb

Spp bulanan = 230 ribu aja.

Lokasi : Jauh dari rumah tp di pusat kota.

Fasilitas: Ada perosotan dan area bermain yang gak terlalu luas di luar. Bagian dalam terbagi 2 ruang kelas yg 1 ada panggungnya dan 1 yg ada kursi2nya.

Waktu : 3x seminggu @2.5 jam pertemuan dan ada jam makan bersamanya.

Kelebihannya: Well... tarik napas dalam2..

Ini sekolah Katolik.. pertama kesana langsung disambut suster dan rasanya langsung ademm banget.. ya mungkin krn kita langsung yakin bahwa klo sekolah disitu bakal dibimbing secara Katolik dengan benar.. aishh.. langsung semangat banget mau masukin disitu..

Hehehe.. Langsung pusing tapi nanti bagaimana jemputannya secara kita belum punya reference jemputan.

Akhirnya langsung janjian hari Sabtu nya buat trial.

Daaan... akhirnya Sabtu kesana..
dimana karena miss informasi dikit (lupa sih tepatnya) akhirnya telat dateng setengah jam dan kelas udah dimulai.

Memang hari Sabtu itu kelasnya gabungan 2 kelas jadi rameee bgt.. dan kesan pertama di keramaian itu.. geezz... 3 orang guru gak cukup deh buat 25 an anak..

Udah gitu anak2nya rata2 udah lebih besar2 dari Thania. Yang umur 2 th sptnya cuma Thania dan 2 org cowo. Di kelas itu, sptnya Thania jadi kurang diperhatiin kalo aku merasa..

Anak lain udah lebih besar2 dan mandiri, sedangkan menurut saya anak 2th lebih butuh perhatian.

Ditambah dia sempet di dorong sama seorang anak..

Dasar si Thania belum ngerti, malah didatengin lagi tuh anak L..

Well itulah gunanya trial ya.. ternyata 2.5 jam itu masih terlalu lama menurut saya.

Plus disitu dia masih kekecilan ..

Jadi walopun rasanya adeeeem banget kalo Thania bisa diajarin suster, tapi kayanya not now aja deh..

 

 

Susahnya emang nyari sekolahan yg 100% sreg kayanya ya..

Lagian ngapain juga sih perfect banget.. wong masih 2th..

Dan emang motivasinya hanya memberi aktivitas aja selaian aktivitas sehari2 J

 Intinya masukin Thania ke preschool adalah untuk kebaikan Thania dan bukan karena ambisi ortunya mudah2an ya..

 

Well okelah.. emang gak ada yang perfect tapi akhirnya udah ada keputusannya.. dan semoga bener2 bisa bermanfaat playtime nya ini.

 

I am a proud mommy though.. Thania gak nangis sama sekali klo trial.. gak pemalu juga :D

*kayanya nurun ayahnya*